29 Napi Lapas IIA Tenggarong Bebas Bersyarat, Haru dan Gembira Warnai Proses Reintegrasi

Ayobaca.co, Tenggarong – Tangis haru dan kegembiraan menyelimuti Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) atas nama Naryono yang tengah menjalani perawatan di RSUD AM. Parikesit Tenggarong seberang, Selasa (16/9/2025), menerima kabar gembira berupa Pembebasan Bersyarat (PB). Kebahagiaan serupa juga dirasakan 28 WBP lainnya yang pada hari yang sama memperoleh PB.

Kepala Lapas Kelas IIA Tenggarong, Suparman, menyatakan bahwa PB merupakan hak setiap WBP.

“PB ini adalah hak yang harus dipenuhi dengan syarat substantif dan administratif sebagaimana diatur dalam Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018, Permenkumham Nomor 18 Tahun 2019, dan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022,” ujarnya.

Menurut Suparman, pemberian PB mencerminkan komitmen Lapas Kelas IIA Tenggarong dalam mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan, yaitu memulihkan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan WBP saat kembali ke tengah keluarga dan masyarakat (reintegrasi sosial).

Sejak Januari hingga Agustus 2025, Lapas Tenggarong telah mengusulkan 405 WBP untuk mengikuti program integrasi, termasuk PB. Dari jumlah itu, sebanyak 348 WBP telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

“Bagi kami, ini capaian positif yang berdampak pada pengurangan tingkat overkapasitas hunian di Lapas Tenggarong,” kata Suparman.

Saat ini, Lapas Kelas IIA Tenggarong dengan kapasitas 416 orang dihuni 1.485 WBP, atau mengalami overkapasitas hingga 356 persen. Dari jumlah tersebut, 948 orang di antaranya merupakan pelaku tindak pidana narkotika.

Suparman menambahkan, usulan program integrasi bagi WBP dilakukan dengan memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat melalui Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK), serta assessment risiko dan kebutuhan sebagai bagian dari penilaian pembinaan.

Selain itu, proses pengajuan integrasi dilakukan secara elektronik melalui Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas layanan.

“Seluruh proses tidak dipungut biaya alias gratis. Kami juga memberi ruang bagi masyarakat, khususnya keluarga WBP, untuk melaporkan jika menemukan pelanggaran etik petugas. Setiap laporan akan kami tindak lanjuti secara terukur,” tegas Suparman.

Dengan kebebasan yang mereka terima, 29 WBP ini kini memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki diri dan kembali menjadi bagian produktif di tengah keluarga serta masyarakat. Momen ini juga menjadi pengingat bahwa pembinaan yang baik dapat membuka jalan bagi harapan baru.

Penulis : Rahmiatul Daniansyah

Editor : Lutfi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *